Sunday, September 16, 2018

Makalah Tafsir Tahlili


Tafsir An-Nas Dalam Pandangan Fakhruddin Ar-Razi

Disusun untuk Memenuhi Tugas Makalah
Tafsir Tahlili
Dosen Pengampu:
M. Luthfil Anshori, Lc., M.Th.I


Oleh:
Imam Zarqoni Zain
M. Asyrap Sanid ID

PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR
REMBANG
2018

BAB I
Pendahuluan
Penafsiran merupakan upaya seseorang dalam memahami sesuatu. Bagitupula penafsiran Al-Quran. Penafsiran pada Al-Qur’an itu sangat diperlukan karena untuk memahami apa yang disampaikan Al-Qur’an, kita haru mengetahui dahulu apa yang disuruh Al-Quran. Mengetahui tersebut dengan cara penafsiran.
Penafisiran tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, karena menafsirkan memerlukan berbagai disiplin ilmu sehingga menghindari salah penafsiran.
Disini pemakalah akan mempaparkan sekilas tafsir karya Ar-Razi, dalam makalah ini akan dijelaskan tafsir surat An-Nas dalam kitab tafsir  Mafatihul Ghaib.

BAB II
Pembahasan
A.     Biografi Fakhruddin Ar-Razi
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah, Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan ibnu ‘Ali At-tamimi Al-Bakri At-Tabrastani Ar-Razi, panggilannya Fakhruddin, dikenal dengan Ibnu Khotib Asy-Syafi’i. Lahir pada tahun 544 H. Di tempat yang bernama Ar-Ray (Tehran, ibu kota Iran sekarang ini). meninggal dunia pada 606 Hijrah di Herah, sebagaimana yang disebut oleh As-Subki. [1]
Imam Fakhruddin ar-Razi adalah seutama-utama Ulama pada masanya dalam bidang ilmu fiqh , ilmu-ilmu bahasa dan sastra, ilmu mantik (logika), dan ilmu madzhab-madzhab Kalam (aliran pemikiran dan Akidah), termasuk seorang yang pakar di zamannya pada ilmu kedokteran dan ilmu hikmah. adalah Imam Fakhruddin Ar-Razi , apabila beliau berjalan , di iringi oleh lebih dari tidak ratus murid yang sentiasa bersedia mengambil ilmu dari beliau dalam bidang Tafsir, Fiqh, Kalam, Kedokteran, Usul Fiqh, dan lainnya. Apabila beliau duduk untuk memberikan pengajian, beliau di kelilingi oleh kelompok murid-murid beliau yang paling tua seperti Zainuddin Al-Kassyi, Al-Qutb Al-Masri, Shihabuddin Al-Naisaburi, kemudian di kelilingi oleh murid-murid beliau yang sederhana sedikit martabat mereka nisbah ilmu dan kefahaman, dan apabila di tanyai satu soalan maka di jawab oleh murid muridnya, kalau soalan itu adalah soalan yang sukar, maka di jawab oleh murid-muridnya yang tertua, maka jika soalan itu terlalu sukar maka beliau sendiri yang akan menjawabnya. Imam Fakhruddin Ar-Razi punya kedudukan yang tinggi di sisi ulama Usul Fiqh, sehingga apalila mereka mengambil pandangan beliau mereka berkata; “berkata Imam atau disisi Imam” apabila mereka berkata disisi Imam atau berkata Imam tanpa menyebut siapa namanya selepasnya maka yang dimaksudkan ialah Imam Fakhruddin Ar-Razi .



B.     Metode Penafsiran
Dalam kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib, imam Fakhruddin Ar-Razi menggunakan metode penafsiran bir-ra’yi. Walaupun tafsir beliau dikelompokkan ulama tafsir sebagai tafsir bir ra’yi, namun tafsir ini banyak istifadah yang bisa di ambil, salah satu keistimewaan tafsir beliau ialah banyak mengemukakan dan mencocokan dengan kondisi umat yang ada di dunia ini seperti masalah olah raga, masalah keajaiban alam dan masalah balaghah al-Qur’an, apalagi beliau terkenal sebagai pakar dalam bidang lughah.
Dalam penafsirannya fahruddin ar – razi juga memakai beberapa metode, diantaranya:
Ø  Munasabah antar satu ayat dengan ayat yang lain dan antar satu surah dengan surah yang lain, dalam tafsir ini akan sering ditemukan perbedaaan  munasabah yang di sebutkan oleh ar rozi.
Ø  Memperhatikan ilmu perhitungan dan filsafat. Ar razi seringkali menyisipkan pembahasan ilmu yang eksis pada saat itu seperti matematika, astronomi dan filsafat walaupun konteks tafsirnya ar razi tetap bisa menyebutkan alasan alasan untuk mencantumkan ilmu tersebut.
Ø  Menjelaskan qaul muktazilah. Pandangan Ar-Razi mengikuti pandangan ulama sunni, ia meyakini apa yang di tetapkan oleh para ulama sunni tentang masalah ilmu kalam, dalam tafsirnya ar razi terkadang mengutip qaul muktazilah dengan menjelaskan serta mengembalikan ke hukum yang benar menurut ulama sunni.
Ø  Contoh penafsiran ar razi dalam surah al maidah ayat 6
يا أ يها الذين أمنوا إذا قمتم إلى الصلا ة فاغسلوا وجوهَكم......  
Ar-razi menjelaskan ayat ini tentang niat dalam wudu’ kemudian, memberikan isyhad tentang syarat niat dan wudhu’ dengan merujuk pada surah al bayyinah ayat 5
وما أمروا إلا ليعبد الله مخلصين له الدين
Lalu menerangkan dari ayat tadi bahwa ikhlas adalah salah satu syarat di anggapnya niat wudu’.[2]

C.     Unsur-Unsur Ilmu yang Tercakup
Sebagai seorang yang pakar dalam berbagai ilmu agama maupun umum, ilmu-ilmu itu mempengaruhi Imam Fakhruddin Ar-Razi pada tafsirnya, ke dalam tafsirnya itu di isikan ilmu kedokteran, ilmu mantiq, falsafah dan hikmah, di ambilnya dari ayat-ayat al-Qur’an dan ruh ayat-ayatnya. Ayat-ayat al-Qur’an itu dibawanya kepada hal-hal yang mengenai ilmu umum dan istilah istilah amaliah, oleh sebab itu ada beberapa ulama mengatakan bahwa; yang ada padanya selain tafsir juga ilmu umum. Dalam Tafsir Al-Kabir (Mafatihul Ghaib), Imam Fakhruddin Ar-Razi banyak menjelaskan tentang munasabah surat dan ayat dengan mengemukan ilmu riyadah, thabi’iyah, fulkiyah, falsafah, dan pembahasan ilahiyat yang bersandarkan kepada akal dan langsung disebut pendapat ulama Fikih, hal ini disebab kan tuntutan umat di zamannya.

D.     Penjabaran Aplikatif
Tafsir an-nas Mafatihul Gaib Ar-Razi manafsirkan surah an-nas dengan ayat
قل أعوذ برب الناس, seorang Qari’ membaca   قل أعوذ dengan membuang hamzah dan memindah harokat hamzah kepada huruf lam, menjadi قُلَ أعُوْذُ , seperti contoh فَخُذِ ارْبَعَةَ مِنَ الطَيْرِ  .  Imam Qiraat menyepakati untuk tidak mengimalahkan lafadz الناس, tetapi juga diriwayatkan dari Imam Al-Kisai, boleh membaca imalah lafadz الناس   dengan syarat beri’rab khafad.[3]
رَبِّ النَّاسِ)), mengapa susunannya seperti ini?  karena pengkhususan terhadap manusia, oleh karenanya meminta pertolongan kepada Allah dari setan waswas hanya terjadi kepada manusia saja, maka seakan-akan makna yang bersifat adalah
اعوذ من شرِّ مُوَسْوِس الى النَّاس بِرَبِّهِمْ اللذي يَمْلِكُ عليهِمْ اُمُوْرَهُم الهُم ومَعْبُدَهُم[4]
مالك الناس dan الهِ الناس adalah ‘athaf bayan yang mempunyai i’rab sama. Lafadz  مالك الناس di-athafkan kepada رَبِّ النَّاسِ di dahulukan sedangkan lafadz الهِ الناس  diletakkan di akhir, padahal mempunyai arti yang sama.
Kenapa seperti itu?
Karena lafadz رب adalah nama untuk zat yang bisa ditemukan dengan tafakkur ketika hanya akal yang bisa menemukannya. Pada saat itu, akal adalah nikmat yang paling besar  dengan bukti-buktiu yang ada. Akal bisa menemukan tuhan yang sejati dan dapat mengetahui bahwa tuhan itulah yang pantas untuk disembah. Seketika itu, akal bisa mengetahui tentang اله yang berarti tuhan.[5]
من شرّ الوسواس dari ayat ini waswas adalah nama yang berarti mengajak berbuat jahat, yang seakan-akan muncul dari diri seorang, padahal gangguan itu datang dari setan. Adapun lafadz الخناس adalah nama untuk sesuatu yang mengajak pada keterlambatan (berleha-leha).[6]


BAB III
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas dapat disimpukan bahwa nama lengkap imam Ar-Razi adalah Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah, Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan ibnu ‘Ali At-tamimi Al-Bakri At-Tabrastani Ar-Razi, panggilannya Fakhruddin, dikenal dengan Ibnu Khotib Asy-Syafi’i. Lahir pada tahun 544 H. Di tempat yang bernama Ar-Ray (Tehran, ibu kota Iran sekarang ini). meninggal dunia pada 606 Hijrah di Herah, sebagaimana yang disebut oleh As-Subki.
Metode penafsirannya Imam Ar-Razi menerapkan beberapa metode yaitu, munasabah antar satu ayat dengan ayat yang lain, memperhatikan ilmu perhitungan dan filsafat, menjelaskan qaul muktazilah, menjelaskan ilmu fiqh, ushul, nahwu dan balaghah.

DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, At-Tafsir wal Mufassirun. Beirut: Dar al-Fikr, 1967.
Ar-Razi, Fakhruddin, Mafatihul Ghaib. Beirut: Dar Al- Fikr, 1981.


[1] Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, At-Tafsir wal Mufassirun. (Beirut: Dar al-Fikr, 1967). Juz 1 hlm. 298
[2] Ibid, hlm. 302-304
[3] Ar-Razi, Fakhruddin, Mafatihul Ghaib. (Beirut: Dar Al- Fikr, 1981). Juz 32. Hlm. 196.
[4] Ibid, hlm. 196.
[5] Ibid, hlm 197.
[6] Ibid, hlm 198.

No comments:

Post a Comment