Tafsir An-Nas Dalam Pandangan Fakhruddin Ar-Razi
Disusun untuk Memenuhi Tugas Makalah
Tafsir Tahlili
Dosen Pengampu:
M. Luthfil Anshori, Lc., M.Th.I
Oleh:
Imam Zarqoni Zain
M. Asyrap Sanid ID
PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR
REMBANG
2018
BAB I
Pendahuluan
Penafsiran
merupakan upaya seseorang dalam memahami sesuatu. Bagitupula penafsiran
Al-Quran. Penafsiran pada Al-Qur’an itu sangat diperlukan karena untuk memahami
apa yang disampaikan Al-Qur’an, kita haru mengetahui dahulu apa yang disuruh
Al-Quran. Mengetahui tersebut dengan cara penafsiran.
Penafisiran
tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, karena menafsirkan memerlukan
berbagai disiplin ilmu sehingga menghindari salah penafsiran.
Disini
pemakalah akan mempaparkan sekilas tafsir karya Ar-Razi, dalam makalah ini akan
dijelaskan tafsir surat An-Nas dalam kitab tafsir Mafatihul Ghaib.
BAB II
Pembahasan
A.
Biografi Fakhruddin Ar-Razi
Nama
lengkap beliau adalah Abu Abdullah, Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan ibnu
‘Ali At-tamimi Al-Bakri At-Tabrastani Ar-Razi, panggilannya Fakhruddin, dikenal
dengan Ibnu Khotib Asy-Syafi’i. Lahir pada tahun 544 H. Di tempat yang bernama
Ar-Ray (Tehran, ibu kota Iran sekarang ini). meninggal dunia pada 606 Hijrah
di Herah, sebagaimana yang disebut oleh As-Subki. [1]
Imam
Fakhruddin ar-Razi adalah seutama-utama Ulama pada masanya dalam bidang ilmu fiqh
, ilmu-ilmu bahasa dan sastra, ilmu mantik (logika), dan ilmu madzhab-madzhab
Kalam (aliran pemikiran dan Akidah), termasuk seorang yang pakar di zamannya
pada ilmu kedokteran dan ilmu hikmah. adalah Imam Fakhruddin Ar-Razi , apabila
beliau berjalan , di iringi oleh lebih dari tidak ratus murid yang sentiasa
bersedia mengambil ilmu dari beliau dalam bidang Tafsir, Fiqh, Kalam,
Kedokteran, Usul Fiqh, dan lainnya. Apabila beliau duduk untuk memberikan
pengajian, beliau di kelilingi oleh kelompok murid-murid beliau yang paling tua
seperti Zainuddin Al-Kassyi, Al-Qutb Al-Masri, Shihabuddin Al-Naisaburi,
kemudian di kelilingi oleh murid-murid beliau yang sederhana sedikit martabat
mereka nisbah ilmu dan kefahaman, dan apabila di tanyai satu soalan maka di jawab
oleh murid muridnya, kalau soalan itu adalah soalan yang sukar, maka di jawab
oleh murid-muridnya yang tertua, maka jika soalan itu terlalu sukar maka beliau
sendiri yang akan menjawabnya. Imam Fakhruddin Ar-Razi punya kedudukan yang
tinggi di sisi ulama Usul Fiqh, sehingga apalila mereka mengambil pandangan
beliau mereka berkata; “berkata Imam atau disisi Imam” apabila mereka berkata
disisi Imam atau berkata Imam tanpa menyebut siapa namanya selepasnya maka yang
dimaksudkan ialah Imam Fakhruddin Ar-Razi .
B.
Metode
Penafsiran
Dalam kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib, imam Fakhruddin
Ar-Razi menggunakan metode penafsiran bir-ra’yi. Walaupun tafsir beliau
dikelompokkan ulama tafsir sebagai tafsir bir ra’yi, namun tafsir ini banyak
istifadah yang bisa di ambil, salah satu keistimewaan tafsir beliau ialah
banyak mengemukakan dan mencocokan dengan kondisi umat yang ada di dunia ini
seperti masalah olah raga, masalah keajaiban alam dan masalah balaghah
al-Qur’an, apalagi beliau terkenal sebagai pakar dalam bidang lughah.
Dalam
penafsirannya fahruddin ar – razi juga memakai beberapa metode, diantaranya:
Ø Munasabah
antar satu ayat dengan ayat yang lain dan antar satu surah dengan surah yang
lain, dalam tafsir ini akan sering ditemukan perbedaaan munasabah yang di sebutkan oleh ar rozi.
Ø Memperhatikan
ilmu perhitungan dan filsafat. Ar razi seringkali menyisipkan pembahasan ilmu
yang eksis pada saat itu seperti matematika, astronomi dan filsafat walaupun
konteks tafsirnya ar razi tetap bisa menyebutkan alasan alasan untuk
mencantumkan ilmu tersebut.
Ø Menjelaskan
qaul muktazilah. Pandangan Ar-Razi mengikuti pandangan ulama sunni, ia meyakini
apa yang di tetapkan oleh para ulama sunni tentang masalah ilmu kalam, dalam
tafsirnya ar razi terkadang mengutip qaul muktazilah dengan menjelaskan serta
mengembalikan ke hukum yang benar menurut ulama sunni.
Ø Contoh
penafsiran ar razi dalam surah al maidah ayat 6
يا أ يها الذين أمنوا إذا قمتم إلى الصلا ة فاغسلوا
وجوهَكم......
Ar-razi menjelaskan ayat ini tentang niat dalam wudu’
kemudian, memberikan isyhad tentang syarat niat dan wudhu’ dengan merujuk pada surah
al bayyinah ayat 5
وما أمروا إلا ليعبد الله مخلصين له الدين
Lalu menerangkan dari ayat tadi bahwa
ikhlas adalah salah satu syarat di anggapnya niat wudu’.[2]
C.
Unsur-Unsur
Ilmu yang Tercakup
Sebagai seorang yang pakar dalam berbagai ilmu agama maupun umum,
ilmu-ilmu itu mempengaruhi Imam Fakhruddin Ar-Razi pada tafsirnya, ke dalam
tafsirnya itu di isikan ilmu kedokteran, ilmu mantiq, falsafah dan hikmah, di
ambilnya dari ayat-ayat al-Qur’an dan ruh ayat-ayatnya. Ayat-ayat al-Qur’an itu
dibawanya kepada hal-hal yang mengenai ilmu umum dan istilah istilah amaliah,
oleh sebab itu ada beberapa ulama mengatakan bahwa; yang ada padanya selain
tafsir juga ilmu umum. Dalam Tafsir Al-Kabir (Mafatihul Ghaib), Imam Fakhruddin
Ar-Razi banyak menjelaskan tentang munasabah surat dan ayat dengan mengemukan
ilmu riyadah, thabi’iyah, fulkiyah, falsafah, dan pembahasan ilahiyat yang bersandarkan
kepada akal dan langsung disebut pendapat ulama Fikih, hal ini disebab kan
tuntutan umat di zamannya.
D.
Penjabaran
Aplikatif
Tafsir an-nas Mafatihul Gaib Ar-Razi manafsirkan surah an-nas
dengan ayat
قل أعوذ برب
الناس, seorang Qari’
membaca قل أعوذ dengan membuang
hamzah dan memindah harokat hamzah kepada huruf lam, menjadi قُلَ أعُوْذُ , seperti contoh فَخُذِ
ارْبَعَةَ مِنَ الطَيْرِ . Imam Qiraat menyepakati untuk tidak
mengimalahkan lafadz الناس, tetapi juga
diriwayatkan dari Imam Al-Kisai, boleh membaca imalah lafadz الناس dengan syarat beri’rab khafad.[3]
رَبِّ
النَّاسِ)), mengapa
susunannya seperti ini? karena pengkhususan terhadap manusia, oleh
karenanya meminta pertolongan kepada Allah dari setan waswas hanya terjadi
kepada manusia saja, maka
seakan-akan makna yang bersifat adalah
اعوذ
من شرِّ مُوَسْوِس الى النَّاس بِرَبِّهِمْ اللذي يَمْلِكُ عليهِمْ اُمُوْرَهُم
الهُم ومَعْبُدَهُم[4]
مالك الناس dan الهِ الناس adalah ‘athaf bayan yang mempunyai i’rab sama.
Lafadz مالك الناس di-athafkan kepada رَبِّ
النَّاسِ di dahulukan
sedangkan lafadz الهِ الناس diletakkan di akhir, padahal mempunyai arti yang sama.
Kenapa seperti itu?
Karena lafadz رب adalah nama untuk zat yang bisa
ditemukan dengan tafakkur ketika hanya akal yang bisa menemukannya. Pada
saat itu, akal adalah nikmat yang paling besar
dengan bukti-buktiu yang ada. Akal bisa menemukan tuhan yang sejati dan
dapat mengetahui bahwa tuhan itulah yang pantas untuk disembah. Seketika itu,
akal bisa mengetahui tentang اله yang berarti
tuhan.[5]
من
شرّ الوسواس dari ayat ini waswas
adalah nama yang berarti mengajak berbuat jahat, yang seakan-akan muncul dari
diri seorang, padahal gangguan itu datang dari setan. Adapun lafadz الخناس adalah nama untuk sesuatu yang mengajak pada keterlambatan
(berleha-leha).[6]
BAB III
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas dapat disimpukan bahwa nama lengkap imam
Ar-Razi adalah Nama
lengkap beliau adalah Abu Abdullah, Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan ibnu
‘Ali At-tamimi Al-Bakri At-Tabrastani Ar-Razi, panggilannya Fakhruddin, dikenal
dengan Ibnu Khotib Asy-Syafi’i. Lahir pada tahun 544 H. Di tempat yang bernama
Ar-Ray (Tehran, ibu kota Iran sekarang ini). meninggal dunia pada 606 Hijrah
di Herah, sebagaimana yang disebut oleh As-Subki.
Metode
penafsirannya Imam Ar-Razi menerapkan beberapa metode yaitu, munasabah antar
satu ayat dengan ayat yang lain, memperhatikan ilmu perhitungan dan filsafat,
menjelaskan qaul muktazilah, menjelaskan ilmu fiqh, ushul, nahwu dan balaghah.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, At-Tafsir wal Mufassirun.
Beirut: Dar al-Fikr, 1967.
Ar-Razi, Fakhruddin, Mafatihul Ghaib.
Beirut: Dar Al- Fikr, 1981.
[1] Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, At-Tafsir wal Mufassirun.
(Beirut: Dar al-Fikr, 1967). Juz 1 hlm. 298